Inilah Ilmuwan Muslim dari Spanyol Yang Kamu Tidak Tahu
Pada masa kejayaan Islam di Spanyol, beragam teknologi bermunculan. Hal itu ditopang oleh pesatnya industri dan ilmu pengetahuan. Teknologi kincir air dan angin digunakan untuk pabrik kertas, pabrik baja, dan pabrik-pabrik pangan.
Selain itu, teknologi bendungan serta pengatur air untuk irigasi juga muncul di peradaban Spanyol Muslim. Di Spanyol Islam pula, Abbas Ibnu Firnas menemukan cikal-bakal pesawat terbang dan parasut. Teknologi kedirgantaraan di Andalusia itu dikenal sebagai yang pertama di dunia. Ia menjadi inspirator bahwa manusia bisa terbang menjelajahi angkasa.
Abbas Ibnu Firnas (810-887)
Ia adalah ahli matematika dan astronom terkemuka di zaman kekuasaan Kekhalifahan Umayyah Spanyol. Ibnu Firnas mendedikasikan dirinya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di istana Khalifah Umayyah yang berpusat di kota Cordoba.
Dalam bidang astronomi, Ibnu Firnas berhasil menciptakan tabel astronomi lokal, mengelola observatorium, dan mendesain sebuah jam air. Sejarah dunia mencatatnya sebagai perintis di dunia kedirgantaraan.
Ia adalah manusia pertama dalam sejarah manusia yang mencoba untuk melakukan penerbangan. Berkat uji coba yang dilakukannya pada 875 M, peradaban modern menyadari bahwa dengan teknologi, manusia bisa terbang menjelajahi angkasa. Sekitar 10 abad kemudian, peradaban Barat mulai mencobanya.
Abu Al-Qasim Al-Zahrawi (936-1013) Abulcasis.
Begitu peradaban Barat biasa menyebut dokter Muslim legendaris asal Cordoba ini. Nama lengkapnya adalah Abu Al- Qasim Al-Zahrawi. Ia adalah dokter bedah terkemuka di Cordoba. Kontribusinya bagi pengembangan dunia kedokteran, khususnya ilmu bedah sungguh tak ternilai. Ia dikenal sebagai peletak dasar-dasar teknik ilmu bedah modern. Baca: 16D Paket Tour Halal Wisata Muslim Maroko Spanyol Portugal 2024
Al-Zahrawi pun mampu menciptakan peralatan bedah sendiri. Beberapa alat bedah yang diciptakannya hingga kini masih digunakan. Semua pemikirannya dalam ilmu kedokteran dituangkan dalam kitab Al-Tasrif. Inilah ensiklopedia kedokteran terbesar. Karyanya itu lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan menjadi rujukan para dokter di dunia Barat.
Abu Ishaq Al-Zarqali (1028-1087)
Dia adalah ahli matematika dan astronom termasyhur dari Toledo, Spanyol Islam. Tabel Toledo merupakan salah satu kontribusinya yang sangat terkenal dalam bidang astronomi. Ia turut meluruskan data geografis Ptolemeus, salah satunya adalah panjang Laut Mediteranian. Ia pun sukses menciptakan peralatan astronomi yang akurat.
Al-Zarqali juga mampu menciptakan sebuah astrolabe, alat astronomi yang baru berbentuk flat bernama Al-Safiha. Arzachel, begitu orang Barat menyebutnya, juga menciptakan sebuah jam air. Jam air itu mampu menentukan jam pada siang dan malam hari.
Ali Ibnu Hazm (994-1064)
Ia terlahir sebagai anak salah seorang pejabat di Kekhalifahan Umayyah Cordoba. Setelah pamor Dinasti Umayyah mulai terbenam, Ibnu Hazm memosisikan dirinya sebagai ilmuwan yang independen.
Tak kurang dari 400 judul buku telah ditulisnya. Salah satu yang terkenal berjudul Tawq al-Hamamah (The Dove’s Necklace), sebuah kompilasi anekdot, observasi, dan puisi tentang cinta.
Hakam II (914-976)
Sejatinya, dia adalah seorang Khalifah Umayyah. Namun, ia begitu cinta pada ilmu pengetahuan. Dia membangun sebuah perpustakaan raksasa di Cordoba. Koleksi bukunya mencapai 400 ribu judul dari berbagai negara Muslim. Ia mendukung penerjemahan karya-karya berbahasa Yunani.
Pada masa pemerintahannya, dibangun sarana irigasi untuk pengembangan pertanian. Ia juga mendukung perluasan Masjid Cordoba.
PARA ILMUWAN ISLAM
1. Adalah Abbas Ibn Firnas,
seorang intelektual dan ilmuwan Muslim asal Qutuba AlAndalus (Cordoba, Spanyol). Abbas Ibn Firnas merupakan ahli beberapa cabang ilmu, seperti matematika, fisika, astronomi, dan aerodinamika. Pada 875 Masehi, ia menciptakan sebuah pesawat kayu sederhana, kemudian menerbangkannya dengan dia sebagai pengendali atau pilotnya.
Abbas Ibn Firnas, yang bernama lengkap Abbas Abu al-Qasim Ibn Firnas Ibn Wirdas alTakurini, lahir di Izn-Rand Onda Al-Andalus (sekarang Ronda, Spanyol) pada 810 Masehi.
Kendati lahir di sana, Abbas Ibn Firnas menghabiskan masa hidupnya di Cordoba, yang kala itu merupakan salah satu pusat belajar dunia Muslim. Berdasarkan data dan keterangan dari berbagai manuskrip, ketertarikan Abbas Ibn Firnas terhadap ilmu aerodinamika bermula ketika dia melihat aksi akrobatik yang dilakukan Armen Firman pada 852 Masehi.
Saat itu, Armen Firman, yang dikenal sebagai seorang bernyali besar, menggelar sebuah pertunjukan peluncuran pesawat berbahan kayu yang ia kendalikan sendiri. Armen memang mengetahui dasar-dasar mekanika penerbangan.
Ketika itu, Armen dikisahkan naik ke puncak menara masjid agung di Qurtuba, lalu melompat dengan pesawat ciptaannya. Tetapi, massa yang menyaksikan aksinya terpaksa harus menahan napas ketika Armen gagal menerbangkan pesawatnya, kemudian terjun bebas menghunjam tanah.
Kendati demikian, Armen berhasil selamat dari insiden tersebut. Abbas Ibn Firnas, yang berada di tengah-tengah kerumunan massa, cukup terkesan menyaksikan aksi Armen Firman. Sejak itu ia tertarik dan terdorong untuk mempelajari aerodinamika.
Kendati demikian, memang belum diketahui secara pasti proses belajar yang dilewati Abbas Ibn Firnas. Adapun yang jelas, pada 875 Masehi, 23 tahun setelah pertunjukan Armen Firman, Abbas Ibn Firnas telah menciptakan sebuah desain pesawat berbagan kayu, dilengkapi dengan kedua sayap yang dirajut dengan sutra dan bulu-bulu.
Seusai membangun pesawat tersebut, Abbas Ibn Firnas sendiri yang menjajal pesawatnya. Kala itu, ia mengundang masyarakat Cordoba untuk turut menyaksikan aksi penerbangan perdananya. Berbeda dengan Armen Firman, Abbas Ibn Firnas memilih titik tolak yang lebih tinggi, yakni Bukit Jabal Al-Arus (Mount of the Bride) di daerah Rusafa, dekat Cordoba.
Sebelum terjun, Abbas Ibn Firnas dikisahkan sempat mengucapkan kalimat perpisahan guna mengantisipasi jika penerbangannya gagal dan ia harus menjemput ajalnya. Namun, ternyata firasatnya tak terbukti. Setelah terjun dari Bukit Jabal Al-Arus, Abbas Ibn Firnas berhasil menerbangkan pesawat kayunya. Ia mengudara di langit Cordoba sekitar 10 menit.
Kendati demikian, Abbas Ibn Firnas tampaknya memang belum memikirkan proses pendaratan yang tepat. Saat hendak mendarat, ia tak mampu mengontrol kecepatan pesawatnya yang mengakibatkan dirinya terempas ke tanah dan mengalami cedera serius. Namun, kecelakaan itu memberi pelajaran tersendiri untuk Abbas Ibn Firnas. Ia menyadari bahwa desain pesawatnya belum dilengkapi bagian untuk memperlambat kecepatan.
Seekor burung harus menggunakan sayap dan ekornya untuk menahan laju kecepatannya. Hal itu disadari oleh Abbas Ibn Firnas bahwa dia luput atau tak merancang bagian ekor untuk pesawatnya.
Kendati menyadari hal tersebut, Abbas Ibn Firnas tak mampu menciptakan pesawat lain dengan desain yang lebih sempurna. Hal itu disebabkan kondisi kesehatannya yang kian memburuk pascagagalnya uji coba pesawat perdananya.
Akhirnya ia pun meninggal pada 887 Masehi, 12 tahun setelah insiden tersebut. Meski begitu, pengalaman atau uji coba penerbangan yang dilakukan Abbas Ibn Firnas menjadi bahan pelajaran dan kajian bagi ilmuwan-ilmuwan berikutnya.
Gagasannya terkait pesawat pun terus dipelajari. Sejarawan Barat, Philip K Hitti, mencantumkan nama Abbas Ibn Firnas ketika ia menerbitkan buku berjudul History of the Arabs. Dalam bukunya, Philip menempatkan Abbas Ibn Firnas sebagai salah satu tokoh besar Islam sekaligus manusia pertama dalam sejarah yang melakukan uji coba penerbangan.
2. Abul Qasim Khalaf ibn al-Abbas az-Zahrawi atau Al-Zahrawi (Madinatuz Zahra’, 936 – 1013),
bidang kedokteran pada masa Islam abad Pertengahan. Karya terkenalnya adalah Al-Tasrif, kumpulan praktik kedokteran yang terdiri atas 30 jilid. Abul Qasim lahir di Zahra, yang terletak di sekitar Kordoba, Spanyol.
Di kalangan bangsa Moor Andalusia, dia dikenal dengan nama “El Zahrawi”. Al-Qasim adalah dokter kerajaan pada masa Khalifah Al-Hakam II dari kekhalifahan Umayyah.
Al-Tasrif Al-Tasrif berisi berbagai topik mengenai kedokteran, termasuk di antaranya tentang gigi dan kelahiran anak. Buku ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerardo dari Cremona pada abad ke-12, dan selama lima abad Eropa Pertengahan, buku ini menjadi sumber utama dalam pengetahuan bidang kedokteran di Eropa.
Dalam kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia itu, Al-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum.
Ia juga mengupas tentang kosmetika. Al-Zahrawi pun ternyata begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet produk kosmetika seperti deodoran, hand lotion, pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil karya Al-Zahrawi. Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa.
Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima.
Dalam menjalankan praktik kedokterannya, Al-Zahrawi menankan pentingnya observasi tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapai–nya diagnosis yang akurat serta kemung–kin an pelayanan yang terbaik.
Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi. Menurut Al-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang.
Pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada dokter atau dukun yang mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah. Hanya dokter yang memiliki keahlian dan bersertifikat saja yang boleh melakukan operasi bedah.
Mungkin karena itulah di era modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah (surgeon). Penghargaan Kehebatan dan profesionalitas Al- Zahrawi sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di Eropa. ‘’Tak diragukan lagi, Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah,’‘ ucap Pietro Argallata.
Kitab Al- Tasrif yang ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard of Cremona pada abad ke-12 M. Kitab itu juga dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran dan para dokter sera ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada periode abad pertengahan. Sosok dan pemikiran Al-Zahrawi begitu dikagumi para dokter serta mahasiswa kedokteran di Eropa.
Pada abad ke-14 M, seorang ahli bedah Prancis bernama Guy de Chauliac mengutip Al-Tasrif hampir lebih dari 200 kali. Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa hingga terciptanya era Renaissance. Hingga abad ke16 M, ahli bedah berkebangsaan Prancis, Jaques Delechamps(1513 M – 1588 M) masih menjadikan Al-Tasrif sebagai rujukan.
Al-Zahrawi tutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013 M – dua tahun setelah tanah kelahirannya dijarah dan dihancurkan.
Meski Corboba kini bukan lagi menjadi kota bagi umat Islam, namun namanya masih diabadikan menjadi nama jalan kehormatan yakni ‘Calle Albucasis’. Di jalan itu terdapat rumah nomor 6 yakni rumah tempat AlZahrawi tinggal. Kini rumah itu menjadi cagar budaya yang dilindungi Badan Kepariwisataan Spanyol Abu Al Zahrawi merupakan seorang dokter, ahli bedah, dan ilmuwan yang berasal dari Andalusia.
Ia adalah salah satu pakar di bidang kedokteran pada masa Islam abad Pertengahan. Karya terkenalnya adalah Al-Tasrif, kumpulan praktik kedokteran yang terdiri atas 30 jilid.
Dia merupakan penemu asli dari teknik pengobatan patah tulang dengan menggunakan gips sebagaimana yang dilakukan pada era modern ini. Sebagai seorang dokter era kekalifahan, dia sangat berjasa dalam mewariskan ilmu kedokteran yang penting bagi era modern ini.
Al Zahrawi lahir pada tahun 936 di kota Al Zahra yaitu sebuah kota yang terletak di dekat Kordoba di Andalusia yang sekarang dikenal dengan negara modern Spanyol di Eropa. Kota Al Zahra sendiri dibangun pada tahun 936 Masehi oleh Khalifah Abd Al Rahman Al Nasir III yang berkuasa antara tahun 912 hingga 961 Masehi.
Ayah Al Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia yang bernama Abbas. Menurut catatan sejarah keluarga ayah Al Zahrawi aslinya dari Madinah yang pindah ke Andalusia.
Al Zahrawi selain termasyhur sebagai dokter yang hebat juga termasyhur karena sebagai seorang Muslim yang taat. Dalam buku Historigrafi Islam Kontemporer, seorang penulis dari perpustakaan Viliyuddin Istanbul Turki menyatakan Al Zahrawi hidup bagaikan seorang sufi.
Kebanyakan dia melakukan pengobatan kepada para pasiennya secara cuma-cuma. Dia sering kali tidak meminta bayaran kepada para pasiennya. Sebab dia menganggap melakukan pengobatan kepada para pasiennya merupakan bagian dari amal atau sedekah. Dia merupakan orang yang begitu pemurah serta baik budi pekertinya.
Selain membuka praktek pribadi, Al Zahrawi juga bekerja sebagai dokter pribadi Khalifah Al Hakam II yang memerintah Kordoba di Andalusia yang merupakan putra dari Kalifah Abdurrahman III (An-Nasir). Khalifah Al Hakam II sendiri berkuasa dari tahun 961 sampai tahun 976.
Dia melakukan perjanjian damai dengan kerajaan Kristen di Iberia utara dan menggunakan kondisi yang stabil untuk mengembangkan agrikultur melalui pembangunan irigasi. Selain itu dia juga meningkatkan perkembangan ekonomi dengan memperluas jalan dan pembangunan pasar.
Kehebatan Al Zahrawi sebagai seorang dokter tak dapat diragukan lagi. Salah satu sumbangan pemikiran Al Zahrawi yang begitu besar bagi kemajuan perkembangan ilmu kedokteran modern adalah penggunaan gips bagi penderita patah tulang maupun geser tulang agar tulang yang patah bisa tersambung kembali. Sedangkan tulang yang geser, bisa kembali ke tempatnya semula.
Tulang yang patah tersebut digips atau dibalut semacam semen. Dalam sebuah risalahnya, dia menuliskan, jika terdapat tulang yang bergeser maka tulang tersebut harus ditarik supaya kembali ke tempatnya semula. Sedangkan untuk kasus masalah tulang yang lebih gawat, seperti patah maka harus digips. Untuk menarik tulang lengan yang bergeser, Al Zahrawi menganjurkan seorang dokter meminta bantuan dari dua orang asisten.
Kedua asisten tersebut bertugas memegangi pasien dari tarikan. Kemudian lengan harus diputar ke segala arah setelah lengan yang koyak dibalut dengan balutan kain panjang atau pembalut yang lebih besar.
Sebelum dokter memutar tulang sendi sang pasien, dokter tersebut harus mengoleskan salep berminyak ke tangannya. Hal ini juga harus dilakukan oleh para asisten yang ikut membantunya dalam proses penarikan. Setelah itu dokter menggerakkan tulang sendi pasien dan mendorong tulang tersebut hingga tulang tersebut kembali ke tempatnya semula.
Setelah tulang lengan yang bergeser tersebut kembali ke tempat semula, dokter harus melekatkan gips pada bagian tubuh yang tulangnya tadi sudah dikembalikan. Gips tersebut mengandung obat penahan darah dan memiliki kemampuan menyerap. Kemudian gips tersebut diolesi dengan putih telur dan dibalut dengan perban secara ketat.
Setelah itu, dengan menggunakan perban yang diikatkan ke lengan, lengan pasien digantungkan ke leher selama beberapa hari. Sebab jika lengan tidak digantungkan, maka lengan terasa sakit karena masih lemah kondisinya.
Sesudah kondisi lengan semakin kuat dan membaik, maka gantungan lengan ke leher dilepaskan. Jika tulang yang bergeser itu sudah benar-benar kembali dalam posisi semula dengan baik dan sudah tidak terasa begitu sakit lagi, maka buka semua balutan termasuk gips yang membalut tangan pasien.
Tetapi jika tulang yang bergeser tersebut belum sepenuhnya pulih atau kembali ke tempat semula secara tepat, maka perban maupun gips yang membalut lengan pasien harus dibuka. Lalu lengan pasien dibalut lagi dengan gips dan perban yang baru setelah itu dibiarkan selama beberapa hari hingga lengan pasien benar-benar sembuh total.
Salah satu karya fenomenal Al Zahrawi adalah kitab Al-Tasrif. Kitab tersebut berisi penyiapan aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan setelah dilakukannya proses operasi. Dalam penyiapan obat-obatan itu, dia mengenalkan teknik sublimasi.
Kitab Al Tasrif sendiri begitu populer dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa oleh para penulis. Terjemahan kitab Al Tasrif pernah diterbitkan pada tahun 1519 dengan judul Liber Theoricae nec non Practicae Alsaharavi.
Salah satu risalah buku tersebut juga diterjemahkan dalam bahasa Ibrani dan Latin oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeus pada abad ke-13. Salinan kitab Al Tasrif juga diterbitkan di Venice pada tahun 1471 dengan judul Liber Servitoris. Risalah lain dalam kitab Al Tasrif juga diterjemahkan dalam bahasa Latin oleh Gerardo van Cremona di Toledo pada abad ke-12 dengan judul Liber Alsaharavi di Cirurgia.
Dengan demikian kitab karya Al Zahrawi semakin termasyhur di seluruh Eropa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya karya Al Zahrawi tersebut bagi dunia. Kitabnya yang mengandung sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang digunakan Al Zahrawi ini menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran di berbagai kampus-kampus. Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran yang termasyhur pada zamannya.
Bahkan hingga lima abad setelah dia meninggal, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya masuk dalam kurikulum jurusan kedokteran di seluruh Eropa.
3. Abū Isḥāq Ibrāhīm ibn Yaḥyā al-Naqqāsh al-Zarqālī ,
juga dikenal sebagai Al-Zarkali atau Ibn Zarqala (1029-1087), adalah pembuat instrumen, pembuat astrologi Arab, dan salah satu astronom terkemuka pada masanya. Meskipun namanya disebut sebagai al-Zarqālī, kemungkinan besar bentuk yang benar adalah al- Zarqālluh.
Dalam bahasa Latin ia disebut sebagai Arzachel atau Arsechieles , bentuk modifikasi Arzachel , yang berarti ‘pemahat’. Ia tinggal di Toledo , Al-Andalus sebelum pindah ke Córdoba kemudian dalam hidupnya. Karya-karyanya mengilhami generasi astronom Islam di Al-Andalus.
Kehidupan awal Al-Zarqālī lahir di sebuah desa dekat pinggiran kota Toledo , ibukota Taifa di Toledo . Art dari Toledo di Al-Andalus menggambarkan Alcázar di tahun 976.AD Dia dilatih sebagai tukang logam dan karena keterampilan burr dia dijuluki AlNekkach “pemahat logam”.
Nama latinnya, ‘Arzachel’ terbentuk dari bahasa Arab al-Zarqali al-Naqqash , yang berarti ‘pemahat’. Dia sangat berbakat di bidang Geometri dan Astronomi .
Dia dikenal telah mengajar dan mengunjungi Córdoba dalam berbagai kesempatan, dan pengalaman dan pengetahuannya yang luas akhirnya menjadikannya astronom terdepan pada masanya .
Al-Zarqālī juga seorang penemu, dan karyanya membantu menempatkan Toledo di pusat intelektual Al-Andalus . Dia juga disebut dalam karya Chaucer, sebagai ‘Arsechieles’. Pada tahun 1085 Toledo diambil oleh raja Kristen Castile Alfonso VI . Al-Zarqālī dan rekan-rekannya, seperti Al-Waqqashi (1017-1095) dari Toledo , harus melarikan diri.
Tidak diketahui apakah orang tua Al-Zarqālī melarikan diri ke Cordoba atau meninggal di kamp perlindungan Moor . Karya-karyanya memengaruhi Ibn Bajjah (Avempace), Ibn Tufail (Abubacer), Ibn Rusyd (Averroës), Ibn al-Kammad , Ibn al-Haim al-Ishbili dan Nuruddin al-Betrugi (Alpetragius).
Pada abad ke-12, Gerard dari Cremona menerjemahkan karya al-Zarqali ke bahasa Latin. Dia menyebut Al-Zarqali sebagai astronom dan pesulap. Ragio Montanous [ rujukan? ] Menulis sebuah buku di abad ke 15 mengenai keuntungan dari Sahifah alZarqalia.
Pada tahun 1530, ilmuwan Jerman Jacob Ziegler menulis sebuah komentar tentang salah satu karya al-Zarqali. Dalam bukunya “De Revolutionibus Orbium Coelestium”, pada tahun 1530, Nicolaus Copernicus mengutip karya al-Zarqali dan AlBattani. Sains Instrumen Al-Zarqālī menulis dua karya tentang konstruksi instrumen (sebuah equatorium ) untuk menghitung posisi planet menggunakan diagram model Ptolemaic.
Karya-karya ini diterjemahkan ke bahasa Spanyol pada abad ke-13 atas perintah Raja Alfonso X di bagian Libros del Saber de Astronomia yang berjudul “Libros de las laminas de los vii planetas”. Dia juga menemukan jenis astrolabe yang disempurnakan yang dikenal sebagai “tablet al-Zarqālī” (al-ṣafīḥā al-zarqāliyya), yang terkenal di Eropa dengan nama Saphaea .
Ada catatan al-Zarqālī yang membangun jam air , yang mampu menentukan jam siang dan malam dan menunjukkan hari-hari bulan lunar. Menurut sebuah laporan yang ditemukan di Kitāb al-Ju’rāfīyya al-Zuhr , namanya diberikan sebagai Abu al-Qāsim bin’Abd al-Raḥmān, juga dikenal sebagai al-Zarqālī, yang membuat beberapa sejarawan berpikir bahwa ini adalah orang yang berbeda Teori Al-Zarqali mengoreksi data geografis dari Ptolemy dan Al-Khwarizmi .
Secara khusus, dia mengoreksi perkiraan Ptolemy tentang garis bujur laut Mediterania dari 62 derajat sampai nilai 42 derajat yang benar. Dalam risalahnya pada tahun matahari, yang hanya bertahan dalam terjemahan bahasa Ibrani, dia adalah orang pertama yang menunjukkan gerak apogee matahari yang relatif terhadap latar belakang bintang yang tetap.
Dia mengukur laju geraknya 12,04 detik per tahun, yang sangat dekat dengan perhitungan modern 11,77 detik. Model Al-Zarqāl untuk gerak Matahari, di mana pusat matahari berubah dari lingkaran kecil berputar perlahan untuk mereproduksi gerakan mengamati apogee matahari, telah dibahas pada abad ketigabelas oleh Bernard dari Verdun [8] dan pada abad kelima belas oleh Regiomontanus dan Peurbach .
Pada abad keenam belas Copernicus menggunakan model ini, dimodifikasi menjadi bentuk heliosentris, dalam bukunya De Revolutionibus Orbium Coelestium . Tabel dari Toledo Al-Zarqālī juga berkontribusi pada Tabel Toledo yang terkenal, sebuah adaptasi dari data astronomi sebelumnya ke lokasi Toledo bersamaan dengan penambahan beberapa materi baru. [1]
Al-Zarqālī terkenal juga untuk Kitab Tabelnya sendiri . Banyak “buku tabel” telah disusun, tapi almanaknya berisi meja yang memungkinkan seseorang menemukan hari-hari dimana bulan-bulan Koptik, Romawi, bulan lunar, dan Persia dimulai, tabel lain yang memberi posisi planet pada waktu tertentu, dan Masih ada lagi yang memfasilitasi prediksi gerhana matahari dan bulan. Dia juga mengumpulkan almanak yang secara langsung memberi “posisi benda angkasa dan tidak memerlukan perhitungan lebih lanjut”.
Pekerjaan tersebut menyediakan posisi matahari yang sebenarnya selama empat tahun Julian dari tahun 1088 sampai 1092, posisi sebenarnya dari lima planet setiap 5 atau 10 hari selama 8 tahun untuk Venus, 79 tahun untuk Mars, dan seterusnya, seperti serta tabel terkait lainnya. Zij dan Almanac -nya diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona pada abad ke-12, dan berkontribusi pada kelahiran kembali sebuah astronomi berbasis matematis di Eropa Kristen dan kemudian dimasukkan ke dalam Tabel Toledo pada abad ke-12 dan tabel Alfonsine di 13th abad.
Dalam merancang sebuah instrumen untuk menangani model kompleks Ptolemeus untuk planet Merkurius , di mana pusat gerakan deferent bergerak pada epicycle sekunder, al-Zarqālī mencatat bahwa jalur pusat epicycle utama bukanlah lingkaran, karena untuk planet lain Sebaliknya itu adalah sekitar oval dan mirip dengan bentuk pignon .
Beberapa penulis telah salah menafsirkan deskripsi al-Zarqāl description tentang jalur oval yang berpusat pada bumi untuk pusat epicycle planet ini sebagai antisipasi jalur elips yang berpusat pada matahari Kepler untuk planet-planet. Meskipun ini mungkin merupakan saran pertama bahwa bagian kerucut dapat berperan dalam astronomi, al-Zarqālī tidak menerapkan elips ke teori astronomi dan juga dia atau orang-orang sezamannya dari Iberia atau Maghrebi menggunakan deferen elips dalam perhitungan astronomi mereka.
Pekerjaan Karya Utama dan terbitan:
1 – “Al Amal bi Assahifa Az-Zijia”; 2 – “Attadbir”; 3 – “Al Madkhal fi Ilm Annoujoum”; 4 – “Rissalat fi Tarikat Istikhdam as-Safiha al-Moushtarakah li Jamiâ al-ouroud”; 5- “Almanak Arzarchel”;
4. Imam Ibn. Hazm al-Andalusi (384-456H)
Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm al-Andalusi atau lebih dikenali dengan nama Ibn Hazm diakui sebagai seorang ulama yang memiliki kontribusi luar biasa dalam dunia Islam. Ia dikenali sebagai ahli fikih dan hadits sekaligus teologi, sejarawan, penyair, negarawan, ahli akademik dan politikus yang handal.
Tak kurang dari 400 judul kitab telah ditulisnya. Ibnu Hazm lahir di kota Cordoba, Sepanyol pada akhir Ramadhan 384 H atau bertepatan dengan 7 November 994 M. Ia tumbuh dan besar di kalangan para pembesar dan pejabat.
Ayahnya, Ahmad, adalah seorang menteri pada masa pemerintahan Khalifah al-Mansur dan putranya, al-Muzaffar. Kendati demikian, kemewahan hidup yang dijalaninya itu tidak menjadikannya lupa diri dan sombong. Sebaliknya, ia dikenal sebagai seorang yang baik budi pekertinya, pemaaf dan penuh kasih sayang. Sebagai seorang anak pembesar, Ibn Hazm mendapat pendidikan dan pengajaran yang baik.
Pada masa kecilnya, ia dibimbing dan diasuh oleh guru-guru yang mengajarkan Al-Qur’an, syair, dan tulisan indah Arab (khatt). Ketika meningkat remaja, ia mulai mempelajari fikih dan hadits dari gurunya yang bernama Husain bin Ali al-Farisi dan Ahmad bin Muhammad bin Jasur.
Ketika dewasa, ia mempelajari bidang ilmu lainnya, seperti filsafat, bahasa, teologi, etika, mantik, dan ilmu jiwa disamping memperdalam lagi ilmu fikih dan hadits. Penguasaan terhadap berbagai disiplin ilmu tersebut pada akhirnya menjadikan Ibnu Hazm seorang yang pakar dalam bidang agama.
Kepakarannya ini bukan hanya diakui oleh kaum muslimin, namun juga diakui oleh kalangan sarjana Barat. Ada sebuah nasehat yang terkenal dari Ibnu Hazm yang ditujukan kepada para pencari ilmu yaitu, “Jika Anda menghadiri majelis ilmu, maka janganlah hadir kecuali kehadiranmu itu untuk menambah ilmu dan memperoleh pahala, dan bukannya kehadiranmu itu dengan merasa cukup akan ilmu yang ada padamu, mencari-cari kesalahan dari pengajar untuk menjelekkannya.
Karena ini adalah perilaku orang-orang yang tercela, yang mana orang-orang tersebut tidak akan mendapatkan kesuksesan dalam ilmu selamanya.” Terjun ke politik; Sebagai anak seorang menteri dan hidup di lingkungan istana, Ibnu Hazm mulai berkenalan dengan dunia politik ketika berusia lima tahun.
Pada waktu itu terjadi kerusuhan politik dalam masa pemerintahan Khalifah Hisyam II al-Mu’ayyad (1010- 1013 M) yang mengakibatkan Hisyam beserta ayah Ibnu Hazm diusir dari lingkungan istana. Keterlibatan Ibnu Hazm di bidang politik secara langsung terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abdurrahman V al-Mustahdir (1023 M) dan Khalifah Hisyam III al-Mu’tamid (1027-1031 M).
Pada masa kedua khalifah ini Ibnu Hazm menduduki jabatan menteri. Pada masa pemerintahan Abdurrahman V al-Mustahdir, Ibnu Hazm bersama-sama dengan khalifah berusaha memadamkan berbagai kerusuhan dan mencoba merebut wilayah Granada dari tangan musuh. Akan tetapi dalam usaha merebut wilayah itu khalifah terbunuh dan Ibnu Hazm tertangkap.
Ia kemudian dipenjarakan. Hal serupa juga dialaminya pada masa pemerintahan Hisyam III al-Mu’tamid. Ibnu Hazm pernah dipenjarakan setelah sebelumnya ia ikut mengatasi berbagai keributan di istana. Selepas keluar dari tahanan, ia memutuskan untuk meninggalkan dunia politik dan keluar dari istana.
Sejak keluar dari istana, Ibnu Hazm tidak menetap di satu tempat tertentu, tetapi berpindah-pindah. Selain mencari ilmu, motivasinya hidup berpindah-pindah tempat karena ingin mencari ketenangan dan keamanan hidupnya.
Sejak saat itu ia juga mencurahkan perhatiannya kepada penulisan kitab-kitabnya. Karya-karya Ibn Hazm: Kitab-kitab karangan Ibnu Hazm seperti yang dikatakan oleh anaknya, Abu Rafi’i alFadl, berjumlah 400 buah. Tetapi karyanya yang paling monumental adalah kitab AlIhkam fi Ushul al-Ahkam(Ilmu Ushul Fikih; terdiri dari delapan jilid) dan kitab AlMuhalla (Ilmu Fikih; terdiri dari tiga belas jilid). Kedua kitab ini menjadi rujukan utama para pakar fikih kontemporeri.
Karya-karyanya yang lain di antaranya adalah: Risalah fi Fada’il Ahl al-Andalus (Risalah tentang Keistimewaan Orang Andalus), al-Isal Ila Fahm al-Khisal al-Jami’ah li Jumal Syarai’ al-Islam(Pengantar untuk Memahami Alternatif yang mencakup Keseluruhan Syariat Islam), al-Fisal fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal (Garis Pemisah antara Agama, Paham dan Mazhab), al-Ijma’ (Ijmak), Maratib al-’Ulum wa Kaifiyah Talabuha(Tingkatan-Tingkatan Ilmu dan Cara Menuntutnya), Izhar Tabdil al-Yahud wa an-Nashara (Penjelasan tentang Perbedaan Yahudi dan Nasrani), dan at-Taqrib lihadd al-Mantiq (Ilmu Logika).
Selain menulis kitab mengenai ilmu-ilmu agama, Ibnu Hazm juga menulis kitab sastra. Salah satu karyanya dalam bidang sastra yang sangat terkenal adalah yang berjudul Thauq al-Hamamah (Di Bawah Naungan Cinta).
Kitab ini menjadi karya sastra terlaris sepanjang abad pertengahan. Kitab yang berisikan kumpulan anekdot, observasi, dan puisi tentang cinta ini tidak hanya dibaca oleh kalangan umat Islam, tetapi juga kaum Nasrani di Eropah.
Ibnu Hazm wafat di Manta Lisham pada 28 Sya’ban 456 H bertepatan pada tanggal 15 Agus 1064 M. Wafatnya Ibnu Hazm cukup membuat masyarakat kala itu merasa kehilangan dan terharu.
Bahkan, Khalifah Mansur al-Muwahidi, khalifah ketiga dari Bani Muwahid termenung menatap kepergian Ibnu Hazm, seraya berucap: “Setiap manusia adalah keluarga Ibnu Hazm”. 5. Al-Hakam II Al-Hakam II ( ِ ن َ م ْ ح رد الرَّ ْ ب َ ن ع ْ رم ب ْ ك حُ ْ ا رهلل ال ر ب رِصِ ْ ن َ ت س ْ ُ م ْ ٍص ال ا َ ع ْ وال ُ ب َ أ ;( 13 Januari 915 – 16 Oktober 976) adalah seorang Khalifah Arab dari Córdoba .
Dia adalah Khalifah Bani Umayyah kedua dari Córdoba di Al-Andalus , dan putra dari Abd-ar-Rahman III dan Murjan. Ia memerintah dari 961 hingga 976. Al-Hakam II berhasil menjadi kekhalifahan setelah kematian ayahnya Abd-ar-Rahman III pada tahun 961.
Dia mengamankan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan Katolik di Iberia utara, dan memanfaatkan stabilitas untuk mengembangkan pertanian melalui pembangunan pekerjaan irigasi. Perkembangan ekonomi juga didorong melalui pelebaran jalan dan pembangunan pasar.
Pelindung pengetahuan Hakam sendiri sangat berpengalaman dalam berbagai ilmu. Dia akan membeli bukubuku dari Damaskus , Baghdad , Konstantinopel , Kairo , Mekah , Madinah , Kufa , dan Basra .
Statusnya sebagai pelindung pengetahuan membuatnya terkenal di seluruh dunia Muslim sampai-sampai buku-buku yang ditulis dalam bahasa Persia , yang berada di bawah kendali Abbasiyah , dipersembahkan untuknya. Selama masa pemerintahannya, upaya penerjemahan besar-besaran dilakukan, dan banyak buku diterjemahkan dari bahasa Latin dan Yunani ke dalam bahasa Arab .
Dia membentuk komite bersama Muslim Muladi dan Katolik Mozarab untuk tugas ini. [1] Perpustakaan pribadinya sangat banyak. Beberapa akun berbicara tentang dia memiliki lebih dari 600.000 buku.
Namun, Hitchcock (2014: 91-92) berpendapat bahwa jumlah lebih dari 600 adalah “tidak terbayangkan”. [2] Katalog buku perpustakaan itu sendiri diklaim memiliki 44 volume. Menurut Hitchcock (ibid.), Ini mungkin karena “volume” dan “halaman” bingung. Yang sangat penting bagi Al-Hakam adalah sejarah, dan dia sendiri menulis sejarah al-Andalus.
[1] Setelah kematiannya, Hajib Almanzor menghancurkan semua buku “sains kuno”. [3] Matematikawan Lubna dari Córdoba dipekerjakan sebagai sekretaris pribadi AlHakam.
Dia dikatakan “benar-benar berpengalaman dalam ilmu eksakta; bakatnya sama dengan solusi dari masalah geometri dan aljabar yang paling kompleks”. [4] Dokter , ilmuwan , dan ahli bedah terkenal Abu al-Qasim al-Zahrawi (Abulcasis) juga aktif di istana Al-Hakam selama masa pemerintahannya.
Pekerjaan bangunannya meliputi perluasan masjid utama Córdoba (962–966), Mezquita , dan penyelesaian kediaman kerajaan Medina Azahara (976), yang dimulai oleh ayahnya pada tahun 936.
Konflik militer di Afrika Utara Sementara administrasi internal semakin dibiarkan menjadi vizir Al-Mushafi, [5] jenderal Ghālib ibn bdAbd al-Raḥmān secara bertahap mendapatkan pengaruh sebagai pemimpin tentara di Afrika Utara.
Dia terutama disibukkan dengan memukul mundur serangan Norman terakhir (sekitar 970), [6] [7] dan dengan perjuangan melawan Zirid dan Fatimiyah di Maroko utara. Fatimiyah dikalahkan di Maroko pada tahun 974, sementara Al-Hakam II mampu mempertahankan supremasi kekhalifahan atas negara-negara Katolik Navarre , Castile dan León . Kehidupan pribadi Al-Hakam menikah dengan Subh dari Cordoba , seorang selir Basque .
Dia memegang kekuasaan dan pengaruh kuat atas pengadilan. Dikatakan bahwa al-Hakam menjulukinya dengan nama maskulin Ja’far. [8] Ia melahirkan dua putra baginya, yang pertama adalah Abd al-Rahman, [9] yang meninggal muda, dan yang kedua adalah Hisyam II . [10] Menurut É. Lévi-Provençal , frasa Ḥubb al-walad , seperti yang ditemukan dalam Nafḥ al-ṭayyib al-Maqqari , [11] adalah referensi untuk homoseksualitas al-Hakam atau “preferensi untuk anak laki-laki”.
[12] [9] Namun, beberapa sejarawan menyebutnya sebagai “cinta dari pihak ayah”, dan merujuk kepadanya untuk memilih putranya yang muda sebagai penerus. [13] [14] [15] Fakta bahwa ia tidak menghasilkan ahli waris yang cocok sebelum usia 46 tahun dianggap berasal dari dirinya karena lebih tertarik pada pria, [16] meskipun ini hanya dilaporkan secara halus dalam sumber-sumber, [ 9] atau karena dia terlalu asyik dengan buku-bukunya untuk menjaga kesenangan sensual. [8] Subh mungkin berpakaian sebagai ghulam atau seorang pemuda untuk menjadikan dirinya lebih menarik bagi al-Hakam (mengadopsi potongan rambut pendek dan mengenakan celana panjang).
Meskipun mungkin juga dia melakukan ini untuk mendapatkan akses yang lebih baik ke pengadilan kerajaan yang didominasi pria. [17] Kematian dan suksesi Al-Hakam II menderita stroke mendekati akhir hidupnya yang membatasi kegiatannya dan mungkin menjelaskan mengapa ia tidak dapat mempersiapkan putranya untuk kepemimpinan.
[18] Sarjana modern berspekulasi bahwa, berdasarkan deskripsi historis kematiannya, itu adalah stroke serebrovaskular lain, yang mungkin disebabkan oleh cuaca dingin, yang merenggut nyawanya pada Oktober 976. [19] Ia digantikan oleh putranya, Hisyam II al-Mu’ayad, yang saat itu berusia 11 tahun dan merupakan penguasa nominal di bawah Almanzor.
Disadur dari berbagai sumber:
https://id-id.facebook.com
https://republika.co.id
https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_al-Qasim_al-Zahrawi
https://www.picuki.com