Peradaban Islam di Andalusia
Dakwah Islam Di Spanyol Pola Perkembangan Dakwah Islam Di Spanyol
Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang-bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendunkung keberhasilan politiknya.
Kemajuankemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Islam Spanyol di Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur.
Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan.
Dan merupakan salah satu catatan sejarah masa keemasan para pendakwah di dunia Islam.
A. MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berkuasa di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagi salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi pada masa pemerintaha Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man AlGhassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa Ibn Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.
Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerahdaerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauankekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah Ibn Abi Sofyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid).
Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam.
Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, Umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi sebuah batu loncata bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan terdapat tiga pahlwan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Tharik ibn Ziyad dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut perintis dan penyelidik.
Ia menyebrangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh julian. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti.
Ia menang dan kembali ke Afrika Utara dengan membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Di dorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi pada tubuh kerajaan visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan perang ke Spanyol sebanyak orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagaian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim oleh Khalifah Al-Walid. Kemudian pasukan itu menyebrangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam sebuah tempat pertempuran yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus melakukan penaklukan di kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan goth saat itu).
Sebelum Thariq menaklukan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang.
Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang. Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq.
Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyebrangi selat itu dan satu per satu kota yang dilewatinya dapat ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmonia, Sevilla, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung denga Thariq di Toledo.
Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre. Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M. Kali ini, sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan.
Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordesu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours.
Akan tetapi, di antara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Prancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol. Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus, dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkaun seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari italia.
Kemenangan-kemengan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan. Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil.
Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penagnut agama Yahudi yang merupakan bagaian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen.
Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal. Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diselimuti kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru pembebasannya mereka temukan dari orang Islam. berkenaan dengan itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. berkenaan dengan itu, Ameer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan di tangan besi penguasa Visighotic.
Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya dan sudah jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politk memperbudak keadaan ekonomu masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomu masyakat dalam pemerintahan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri, dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik.
Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Gohtic, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dengan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan. Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau.
Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran kerajaan Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Sevilla ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasanatas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja.
Keadan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak, dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjantuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu, terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol.
Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Thariq, dan Musa. Hal menguntunkan tentara Islam lainnya adalah tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberika bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penakluakan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
B. PERKEMBANGAN DAKWAH ISLAM DI SPANYOL
Sejak pertama kali menginjakan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad.
Sejarah panjang yang dilalui umat Islam dalam mensyiarkan ajaran agama Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:
1. Periode Pertama (711-755 M).
Pada periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguangangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar.
Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini.
Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama, antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab.
Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terusmenerus bersaing, yaitu suku Quraisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh.
Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama. Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam.
Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol. Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan.
Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini. Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (Yang Masuk ke Spanyol).
Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol.
Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abdurrahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad. Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban.
Abdurrahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kotakota besar Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol.
Sedangkan Abdurrahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Aushath. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Sekalipun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan. Namun, Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beragama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara disamping asrama rahib atau lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi karyawan pada instansi militer.
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Disamping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya “raja- raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaij. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri.
Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu Abdurrahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah Baghdad. Abdurrahman al- Nashir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan.
Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat. Awal dari kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun.
Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya.
Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu.
Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan.
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya.
Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).
Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen.
Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan rajaraja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun.
Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya.
Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa.
Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar.
Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuatan Islam.
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.
Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya.
Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.
C. PERADABAN SPANYOL LEWAT DAKWAH ISLAM
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), Al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), Al-Shaqabilah (penduduk daerah antara Konstatinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan kristen yang masih menentang kehadiran Islam.
Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saha intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
1. Filsafat Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam.
Ia berperan sebagi jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayah yang ke 5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M). Atas inisiatif Al-Hakam (961-967 M), karya-karya ilmiah dan filosfis diimpor dari timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaann dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Sayigh yang lebih dikenal dengan nama Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez dalam usia muda.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Dan beberapa filsuf-filsuf lainnya yang terkenal dan pemikiranpemikirannya masih dipakai sampai sekarang oleh beberapa universitasuniversitas Eropa bahkan buah pemikiran-pemikiran filsuf-filsuf ini menjadi suatu batu loncatan bagi para orang-orang yang senang mengkaji tentang keilmuan filsafat, seperti Ibn Rusyd yang mempunyai ciri khas dengan kecermatan-kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
2. Sains Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, asrtonomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik.
Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.
3. Fiqih Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki.
Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd AlRahman. Perkembangan selanjutnya ditentkan oleh ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli Fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.
4. Musik dan Kesenian Dalam bidang musik dan seni suara,
Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap tampil mempertunjukan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anakanya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
5. Bahasa dan Sastra Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol.
Hal ini dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
D. PENYEBAB KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN ISLAM DI SPANYOL
1. Konflik Islam dengan Kristen Para penguasa Muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna.
Mereka merasa telah puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan keristen taklukannya dan membiarkan meraka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki trasidional, asal tidak perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam dalam memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen, hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad 11 M umat Krtisten mengalami kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2. Tidak adanya Ideology Pemersatu Kalau di tempat-tempat lain,
para mukhalaf diperlakukan sebagi orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad 10 M, mereka masih memberi istilah ibad dan muwaladun kepada para mukhalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak sangat besar terhadap sejarah sosio ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan disampng kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3. Kesulitan Ekonomi Di paruh kedua Islam di Spanyol,
para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4. Tidak jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perdebatan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan bani Umayah runtuh dan Mulk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ketangan Ferdinand dan Isabella. Diantaranya juga disebabkan karena permasalahan ini.
5. Keterpencilan Spanyol Islam bagaikan terpecil dari dunia Islam yang lain.
Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.
E. KESIMPULAN
Agama Islam sebagai Rahmat bagi Semesta Alam, selain atas kehendak dari Yang Maha Esa, hal tersebut tidak terlepas pula dari usaha dan Ikhtiar para pembawa ajaran Agama itu sendiri. Para Mujahid yang tetap tawakal dan Istiqomah untuk menegakkan ajaran agama yang hakiki dan benar ini terus continue bergerak dengan segala arah dan segala caranya.
Seperti ekspansiekspansi yang terus dilakukan untuk menysiarkan ajaran Islam tersendiri. Di antara kelebihan-kelebihan yang dibawakan dan ditawarkan pada ajaran Islam serta budaya-budaya bawaan orang Islam tersendiri, masih ada beberapa kekurangan pada para orang-orang, terkhusus para pemimpin yang seharusnya menjadi Uswah untuk para orang-orang yang dipimpinnya.
Selain seranganserangan dan pengaruh-pengaruh dari Eksternal, permasalah yang cenderung timbul dan menggerogoti posisi Islam di Spanyol adalah Faktor Internal dari tubuh pemerintahan itu sendiri. Seperti sistem ekonomi yang tidak terpantau, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan yang tidak jelas, bahkan permasalahan etnis yang masih menjadi halangan untuk saling rukun antara satu sama lain menjadi permasalahan yang menimbulkan Islam akhirnya hilang menjadi bagian dari Spanyol.
REFERENSI
Dr. Badri Yatim, M. (2011). Sejarah Peradaban Islam ; Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers.